PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK



BAB I
PENDAHULUAN
1.1      LATAR BELAKANG MASALAH
Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik Indonesia tertanam dalam jiwa Pancasila. Kesadaran etik yang merupakan kesadaran relational akan tumbuh subur bagi warga masyarakat Indonesia ketika nilai-nilai pancasila itu diyakini kebenarannya, kesadaran etik juga akan lebih berkembang ketika nilai dan moral pancasila itu dapat di terapkan kedalam norma-norma yang di berlakukan di Indonesia. Setiap negara-negara di dunia pasti memiliki landasan etika dalam berpolitik. Seperti Indonesia yang mengimplementasikan Pancasila yang tidak hanya sebagai landasan etika dalam berpolitik tetapi juga merupakan landasan dan ideologi Negara. Merupakan hal yang biasa ketika harapan tidak pernah selaras dengan kenyataan. Realita politik yang terjadi justru bertentangan dengan etika politik yang ada. Di Indonesia sendiri pengamalan atau praktek Pancasila dalam berbagai kehidupan dewasa ini memang sudah cukup sulit untuk ditemukan. Tidak terkecuali dikalangan intelektual dan kaum elit politik bangsa Indonesia tercinta ini.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Sebagai suatu nilai, Pancasila merupakan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangasa dan bernegara. Adapun manakala nilai-nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis maka nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas. Norma yang bersumber dari sumber moralitas utama yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk bagaimana etika yang benar dalam berpolitik. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan menjabarkan mengenai etika politik dan Pancasila sebagai etika politik Indonesia.

1.2       Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang yang telah dikemukakan di atas, muncul beberapa rumusan masalah yang menarik untuk dikaji :
1.2.1        Apakah pengertian dari etika ?
1.2.2        Bagaimana peran Pancasila sebagai sistem etika ?
1.2.3        Bagaimana peran Pancasila sebagai etika politik di Indonesia ?
1.3       Tujuan Pembahasan
            Adapun tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah :
1.3.1        Menjelaskan pengertian dari etika ?
1.3.2        Menjelaskan peran Pancasila sebagai sistem etika ?
1.3.3        Menjelaskan peran Pancasila sebagai etika politik di Indonesia ?

1.4       Manfaat Penulisan
Dari tujuan pembahasan yang muncul di atas dapat diketahui bahwa manfaat penulisan makalah ini adalah :
1.4.1        Mengetahui pengertian dari etika.
1.4.2        Mengetahui peran Pancasila sebagai sistem etika di Indonesia.
1.4.3        Mengetahui peran Pancasila sebagai etika politik di Indonesia.





BAB II
KAJIAN TEORI

Adapun metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan mengutip dari internet dengan inti pembahasan yaitu pengertian etika, pancasila sebagai sistem etika, dan pancasila sebagai etika politik.

2.1      PENGERTIAN ETIKA
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, bentuk tunggal kata etika yaitu ethos yang mempunyai banyak arti yakni kebiasaan/adat, akhlak, watak, cara berpikir. Dan bentuk jamak dari kata etika yaitu ta etha yang berarti adat kebiasaan. Dilain sumber dikatakan bahwa Etika berasal dari kata ethikos, yang berarti timbul dari kebiasaan.

2.2       PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
            Pancasila mempunyai arti lima dasar, yakni
1.      Sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2.      Sila kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.      Sila persatuan Indonesia,
4.      Sila kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5.      Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dari Pancasila inilah kita memperoleh acuan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Republik Indonesia.

2.3       PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik Indonesia tertanam dalam jiwa Pancasila.


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 PENGERTIAN ETIKA
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, bentuk tunggal kata etika yaitu ethos yang mempunyai banyak arti yakni kebiasaan/adat, akhlak, watak, cara berpikir, sikap. Dan bentuk jamak dari kata etika yaitu ta etha yang berarti adat kebiasaan. Dilain sumber dikatakan bahwa etika berasal dari kata ethikos, yang berarti timbul dari kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Sementara menurut penulis sendiri definisi dari etika adalah aturan pandangan sikap, perilaku sopan santun, yang mengatur hubungan, kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia melakukan semua tindakan sehari-harinya baik dalam masyarakat maupun dalam bernegara. Etika mambantu manusia menunjukan nilai-nilai untuk membulatkan hati mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dilakukan dan mengapa hal itu dilakukan. Pancasila adalah etika bagi rakyat dan bangsa Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ada tiga macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya perilaku manusia :
1.      Etika Deskriptif ; Hanya melukiskan, menggambarkan, menceritakan apa adanya, tidak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, tidak mengajarkan bagaimana seharusnya berbuat.
Contoh : pandangan-pandangan moral dalam Uni Soviet yang komunis dan ateis dulu. Mengapa mereka begitu permisif terhadap pengguguran kandungan sementara pornografi sangat ketat. Adanya prostitusi legal di berbagai negara. Serta menggambarkan hal-hal dalam tindakan sehari-hari masyarakat.
2.      Etika Normatif ; Sudah memberikan penilaian mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak.
Contoh : Larangan berjudi, larangan tawuran, larangan membajak buku atau VCD, dan lain sebagainya.
a)      Etika Umum : Membicarakan prinsip-prinsip umum, seperti apakah nilai, motivasi suatu perbuatan, suara hati dan sebagainya.
Contoh : Undang-Undang Perpajakan, TAP MPR, UUD 1945, dsb.
b)      Etika Khusus : Pelaksanaan dari prinsip-prinsip umum, seperti etika pergaulan, etika dalam pekerjaan, dan sebagainya. Khususnya berlaku di situasi tertentu.
Contoh : Larangan merokok di ruangan ber-AC, larangan menghidupkan handphone di pesawat. Etika rumah sakit, Etika kantor, Etika Universitas.
Etika khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
1)      Individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
2)      Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap pandangan pandangan dunia dan ideologi-ideologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini antara lain sikap terhadap sesama, etika keluarga, etika profesi, etika politik, etika lingkungan, etika ideologi.

3.      METAETIKA
Dalam bahasa Yunani meta mempunyai arti “melebihi”, “melampaui”. Istilah ini diciptakan untuk menunjukkan bahwa yang dibahas disini bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan­ - ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika seolah-olah bergerak pada taraf lebih tinggi dari pada perilaku etis, yaitu pada taraf “bahasa etis”. Atau bahasa yang kita gunakan dalam bidang moral.

2.2       PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
Pancasila mempunyai arti lima dasar, yakni
1.      Sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2.      Sila kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.      Sila persatuan Indonesia,
4.      Sila kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
5.      Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari Pancasila inilah kita memperoleh acuan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Republik Indonesia, seperti makna dari sila-sila dari pancasila berikut ini :
Sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa.
1.      Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.      Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.      Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5.      Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.      Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7.      Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Sila kedua

Kemanusian yang adil dan beradab .
1.      Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
  2. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  3. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  4. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
  5. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  9. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Sila ketiga

Persatuan Indonesia.
  1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
  6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
  7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila keempat

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
  1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
  2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

Sila kelima

Keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia.
1.      Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  1. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  2. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  3. Menghormati hak orang lain.
  4. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  5. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
  6. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
  7. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
  8. Suka bekerja keras.
  9. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  10. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

2.3       PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
Tahukah anda apa itu politik? Sebenarnya, sadar ataupun tidak, setiap hari kita sudah berpolitik. Tidak percaya? Mari kita temukan contohnya di kampus. Saat mencalonkan diri sebagai Presiden BEM, ketika mengerjakan tugas kuliah bersama-sama, sewaktu belajar bersama untuk menghadapi ulangan umum, belum lagi contoh-contoh yang buruk seperti menyontek sewaktu ujian,  semua itu sudah termasuk politik. Dengan kata lain, setiap kali kita menyusun strategi atau siasat untuk mendapatkan sesuatu, itulah yang dinamakan berpolitik. Jadi, politik terjadi di mana-mana, mulai dari kantor pemerintah sampai ke gedung sekolah.
Secara etimologis istilah politik sendiri pertama kali muncul di Yunani, yaitu dari kata “polis”, yang artinya “kota”. Pada awalnya politik digunakan sebagai ilmu atau cara untuk mengatur kota-kota di Yunani, khususnya kota Athena. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.
Sedangkan  dari segi pemerintahan, kata Politik berarti cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah) yang berkaitan dengan segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dsb) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain (KBBI).
Seorang filsuf (ahli ilmu filsafat) Yunani, Aristoteles (384-322 SM), pernah mengatakan bahwa tujuan dari politik adalah membentuk suatu masyarakat yang baik dan teratur (good society). Bapak Paul Wellstone, seorang Senator Amerika Serikat, juga mengatakan bahwa tujuan politik ialah untuk mengembangkan kehidupan orang lain. Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya.
Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, juga merupakan acuan landasan etika dalam berpolitik. Etika Politik dan Pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antarpelaku dan antarkekuatan sosial politik serta antarkelompok kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan. Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan Politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu, pribadi yang menjadi subjek dalam etika politik harus terlebih dahulu mengimplementasikan pancasila sebagai acuannya sebagai etika dalam kehidupan sehari-hari dan juga dalam kehidupan politiknya dalam hal kenegaraan.
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.
Sebagai etika politik, maka Pancasila mempunyai lima prinsip, berikut ini disusun menurut pengelompokan Pancasila.
1.      Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme  mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2.      Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah mutlak.
3.      Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia.  Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.
4.      Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
5.      Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi disemua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar SARA, dan budaya.
Pemerintah harus menggunakan politik untuk memimpin masyarakatnya supaya teratur. Pemerintah membuat aturan-aturan, seperti peraturan lalu lintas, pemakaian air dan listrik, pembangunan rumah, atau pembayaran pajak tidak lain dengan maksud supaya rakyat di negara tersebut dapat hidup dengan tertib dan tenteram. Semua itu membutuhkan kemampuan yang cukup baik untuk memimpin agar rakyat mau menuruti semua aturan-aturan tersebut.
Selain untuk memimpin, politik juga dapat dipakai untuk memengaruhi pihak lain. Cara untuk memengaruhi ini namanya diplomasi. Kita tidak boleh menggunakan pengaruh untuk kejahatan tetapi untuk kebaikan. Misalnya, kalau ada dua orang yang ingin bertengkar, kita dapat menggunakan pengaruh kita supaya mereka tidak jadi bertengkar, bahkan harus berdamai. Perbuatan itu sudah termasuk berdiplomasi.



BAB IV
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang kami susun dalam makalah ini, maka penulis dapat mengambil kesimpulan antara lain sebagai berikut :
1.      Untuk menjadi Warga Negara Indonesia yang baik, maka kita harus menggunakan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.      Etika kita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di negra kita ini harus berlandaskan Pancasila.
3.      Pancasila merupakan acuan landasan dalam beperilaku dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam lingkup politik agar pribadi dan pelakau politik berlaku seperti seharusnya dan sepatutnya.

B.      Saran
Melihat realita yang terjadi dewasa ini, etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Negara kita ini sudah mulai terkikis. Maka oleh karenanya, kita sebagai mahasiswa yang akan meneruskan cita-cita bangsa ini harus bisa mempelajari dan mengamalkan nilai-nilai pancasila sebagai etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.






Untuk download slide presentasinya silakan klik disini berikut

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika.








                                                                                                       

No comments:

Post a Comment

Tak ada gading yang tak retak!!
Komentar dan masukan yang bersifat membangun selalu kami harapkan, demi kebaikan bersama.

Pages